
Efisiensi Radikal Adalah Kunci Strategi Perubahan Yang Diusung Oleh CEO Baru Nestle Untuk Menanggapi Tantangan Pasar Global. Perusahaan makanan dan minuman global, Nestle, baru-baru ini membuat kejutan signifikan dengan pengumuman pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 16.000 karyawannya di seluruh dunia. Keputusan ini, yang setara dengan 5,8 persen dari total 277.000 staf Nestle, menandai babak baru yang ketat di bawah kepemimpinan yang baru.
Pengumuman dramatis ini disampaikan oleh CEO baru Nestle, Philipp Navratil, pada Kamis (16/10/2025). Navratil, yang baru saja mengambil alih kemudi perusahaan di tengah gejolak manajemen yang belum pernah terjadi sebelumnya, menegaskan bahwa kecepatan adaptasi perusahaan harus ditingkatkan. “Dunia sedang berubah, dan Nestle harus berubah lebih cepat,” ujarnya, dikutip dari laporan global.
Keputusan untuk melakukan PHK besar-besaran, yang mencakup 12.000 pekerjaan di kantor (staf white-collar) dan 4.000 posisi di sektor manufaktur dan rantai pasok, muncul tak lama setelah goncangan pimpinan perusahaan. Navratil menggantikan Laurent Freixe yang diberhentikan, dan Ketua Dewan Paul Bulcke juga mundur lebih awal, digantikan oleh Pablo Isla, mantan pimpinan Inditex.
Bagi Nestle, produsen di balik merek ikonik seperti KitKat, Nespresso, dan Maggi, pemangkasan karyawan ini adalah bagian dari dorongan Efisiensi Radikal yang lebih besar. Perusahaan menghadapi tekanan kuat akibat penurunan penjualan, beban utang yang meningkat, dan tarif impor Amerika Serikat yang baru. Analis industri dari Bernstein bahkan menyebut hasil kuartalan Nestle yang melampaui ekspektasi sebagai “bahan bakar untuk api transformasi” ini, menunjukkan bahwa PHK yang signifikan ini adalah kejutan yang disambut baik oleh pasar modal yang haus akan perubahan substansial.
Strategi penguatan struktur dan target finansial kini menjadi fokus utama manajemen baru Nestle. Keputusan untuk memangkas 16.000 posisi karyawan merupakan bagian dari program Peningkatan Target Penghematan Biaya Global. Navratil dan timnya tidak hanya memangkas jumlah tenaga kerja. Mereka juga melakukan restrukturisasi menyeluruh terhadap biaya operasional perusahaan. Target penghematan dinaikkan dari 2,5 miliar franc Swiss menjadi 3 miliar franc Swiss. Nilai ini setara dengan sekitar Rp 62,5 triliun dengan asumsi kurs Rp 16.578 per dolar AS.
Dorongan efisiensi ini muncul sebagai reaksi terhadap tekanan ekonomi global yang makin berat. Kenaikan harga bahan baku dan energi menekan margin keuntungan perusahaan. Peningkatan utang korporasi juga mempersempit ruang gerak keuangan Nestle. Selain itu, beban tarif impor Amerika Serikat sebesar 39 persen yang berlaku sejak Agustus lalu semakin memperberat kondisi. Kenaikan target penghematan ini diharapkan mampu menahan dampak biaya tersebut. Dengan cara ini, perusahaan bisa mengalihkan modal ke sektor yang lebih produktif dan menjanjikan. Sekitar 700 juta franc Swiss dari total target akan terealisasi pada tahun 2025. Sisanya diharapkan tercapai pada periode 2026 hingga 2027.
Di tengah proses restrukturisasi besar, Nestle tetap menunjukkan kinerja penjualan yang kuat. Volume penjualan atau real internal growth naik 1,5 persen pada kuartal III 2025. Angka ini jauh di atas perkiraan analis yang hanya 0,3 persen. Pertumbuhan penjualan organik juga mencapai 4,3 persen, melampaui proyeksi 3,7 persen. Capaian tersebut sebagian besar didorong oleh kenaikan harga di segmen kopi dan permen.
Hasil positif ini memberi Navratil dasar keuangan yang kuat untuk melanjutkan transformasi perusahaan. Ia dapat menerapkan strategi baru tanpa tekanan dari penurunan penjualan. CFO Anna Manz menegaskan bahwa tantangan tetap ada, terutama di pasar China. Namun, perusahaan kini berfokus memperkuat permintaan konsumen dan memperbaiki efisiensi distribusi. Dengan langkah ini, Nestle berharap dapat mempertahankan momentum pertumbuhan sekaligus menjaga profitabilitas jangka panjang.
Analisis Dampak Jangka Panjang Terhadap Efisiensi Radikal merupakan pembahasan penting untuk memahami arah strategis Nestle di masa depan. Keputusan PHK 16.000 karyawan dan peningkatan target penghematan biaya secara dramatis bukanlah keputusan sesaat, melainkan fondasi untuk membangun budaya perusahaan yang mengutamakan kinerja dan akuntabilitas. CEO Philipp Navratil secara eksplisit menyatakan tujuannya: “Kami membangun budaya dengan pola pikir kinerja, yang tidak menerima kehilangan pangsa pasar dan menghargai kemenangan.” Hal ini menunjukkan pergeseran filosofi perusahaan dari sekadar mempertahankan pangsa pasar menjadi aktif merebut kembali atau memperluas dominasinya.
Sejalan dengan upaya restrukturisasi karyawan dan biaya, Nestle juga sedang meninjau ulang portofolio bisnisnya secara menyeluruh. Perusahaan saat ini tengah mengevaluasi ulang segmen bisnis air minum, minuman premium, serta produk vitamin dan suplemen. Segmen-segmen ini dinilai memiliki margin keuntungan yang rendah dan laju pertumbuhan yang lambat dibandingkan unit bisnis lainnya.
Meskipun melakukan PHK besar-besaran, Nestle tetap optimistis terhadap proyeksi keuangannya di tahun 2025. Perusahaan mempertahankan perkiraan pertumbuhan penjualan organik yang lebih tinggi dibandingkan tahun 2024. Selain itu, target margin laba operasional yang disesuaikan dipatok mencapai 16 persen atau lebih, dan diharapkan mencapai 17 persen dalam jangka menengah.
Singkatnya, pemangkasan karyawan dan perombakan operasional ini adalah upaya Nestle untuk menciptakan organisasi yang lebih ramping, cepat, dan berorientasi pada laba. Tujuannya adalah memastikan bahwa setiap unit bisnis berkontribusi secara maksimal terhadap keuntungan perusahaan. Keberhasilan strategi ini akan diukur bukan hanya dari angka penghematan yang tercapai, tetapi juga dari kemampuan perusahaan untuk mempertahankan momentum pertumbuhan penjualan di tengah restrukturisasi, membuktikan bahwa langkah ini adalah bentuk Efisiensi Radikal yang diperlukan untuk masa depan.
Untuk memahami dorongan besar di balik langkah PHK Nestle, kita perlu meninjau Analisis Krisis Manajemen Dan Pasar yang terjadi sebelumnya. Pengumuman PHK terhadap 16.000 karyawan bukan keputusan tiba-tiba. Langkah ini merupakan puncak dari gejolak manajemen dan tekanan pasar yang telah berlangsung lama. Pergantian pimpinan secara mendadak, dari pemberhentian CEO Laurent Freixe hingga mundurnya Ketua Dewan Paul Bulcke, menandakan adanya ketidakpuasan internal. Kondisi tersebut menciptakan kebutuhan mendesak akan perubahan budaya kepemimpinan dan strategi perusahaan. Pergantian ini membuka jalan bagi Philipp Navratil dan Pablo Isla untuk menerapkan strategi pemulihan yang lebih agresif.
Dorongan untuk melakukan turnaround juga muncul dari tekanan pasar yang nyata. Selama dua tahun terakhir, Nestle menerima banyak kritik dari investor karena pertumbuhan yang lambat di beberapa segmen. Respons perusahaan terhadap kenaikan biaya operasional juga dianggap kurang tanggap. Selain itu, pasar China menjadi tantangan utama bagi perusahaan. CFO Anna Manz mengakui bahwa Nestle terlalu berfokus pada perluasan distribusi tanpa membangun permintaan konsumen yang kuat. Langkah PHK yang memangkas 12.000 posisi white-collar dimaksudkan untuk mengurangi inefisiensi birokrasi. Tujuannya agar proses pengambilan keputusan dan eksekusi pasar menjadi lebih cepat dan efektif.
Pemangkasan yang berfokus pada pekerjaan kantor dan rantai pasok memiliki tujuan jelas. Nestle ingin menghapus lapisan birokrasi yang menghambat efisiensi. Perusahaan juga ingin mempercepat waktu pemasaran produk dan memperkuat integrasi operasi global. Analis Bernstein menyebut langkah ini sebagai “kejutan signifikan.” Hal ini menunjukkan bahwa pasar telah menantikan tindakan tegas seperti ini. Pertumbuhan penjualan organik dan volume pada kuartal III 2025 memberi Navratil kepercayaan diri untuk melanjutkan restrukturisasi besar.
Langkah-langkah tersebut mungkin terasa menyakitkan, tetapi diyakini sebagai investasi untuk profitabilitas jangka panjang. Navratil kini memiliki ruang manuver yang lebih luas untuk meyakinkan para pemangku kepentingan. Perubahan mendalam yang ia usung mencerminkan tekad untuk mengembalikan daya saing global Nestle. Seluruh inisiatif ini berakar pada pendekatan Efisiensi Radikal.