

Judi Online dalam beberapa tahun terakhir, fenomena ini semakin merebak di berbagai lapisan masyarakat Indonesia. Kemudahan akses melalui perangkat digital seperti ponsel pintar dan komputer membuat aktivitas perjudian ini kian sulit dikendalikan. Tak hanya kalangan dewasa, remaja bahkan pelajar turut menjadi bagian dari pengguna aktif platform judi online.
Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) per Maret 2024, lebih dari 1,8 juta situs judi online telah diblokir dalam lima tahun terakhir. Namun, setiap harinya muncul ratusan situs baru dengan domain yang berbeda dan cara promosi yang semakin licik, seperti menyusup di platform iklan digital dan media sosial. Kemunculan grup-grup Telegram atau WhatsApp khusus judi juga menjadi pintu masuk yang sulit dipantau aparat penegak hukum.
Salah satu penyebab meningkatnya pengguna judi online adalah daya tarik iming-iming keuntungan cepat. Banyak pelaku tergoda dengan iklan-iklan yang menampilkan testimoni palsu mengenai orang biasa yang tiba-tiba menjadi kaya raya. Padahal, kenyataannya mayoritas pemain judi mengalami kerugian besar, baik secara finansial maupun emosional. Fenomena ini diperparah dengan algoritma media sosial yang terus menyajikan konten serupa, sehingga pengguna makin terpapar dan terdorong untuk mencoba.
Judi Online telah membawa dampak besar bagi masyarakat, seperti dialami Andi (bukan nama sebenarnya), mantan pemain asal Bekasi yang mengaku kehilangan lebih dari Rp80 juta dalam dua bulan. ‘Awalnya saya menang Rp3 juta, terus saya pikir bisa lebih banyak. Tapi setelah itu terus kalah. Saya pinjam uang teman, keluarga, sampai ambil pinjol (pinjaman online),’ ujarnya. Pengalaman seperti Andi bukanlah kasus langka, melainkan gambaran nyata dari dampak judi online.
Judi Online: Dampak Ekonomi Terhadap Rumah Tangga salah satu dampak paling merusak dari judi online adalah kerugian ekonomi rumah tangga. Banyak kepala keluarga yang terjerumus dalam judi online hingga kehilangan sumber pendapatan utama. Bahkan, tidak sedikit orang menjual kendaraan, barang elektronik, atau sertifikat rumah demi menutupi kerugian akibat judi online. Kondisi ini sering memicu lingkaran utang yang berulang karena para pelaku mencoba kembali berjudi demi menutup kekalahan sebelumnya.
Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) UI mencatat peningkatan konsultasi perceraian akibat masalah ekonomi karena kecanduan judi. Sepanjang Januari hingga Desember 2024, sekitar 28% dari 1.500 konsultasi berkaitan dengan konflik pasangan akibat judi online. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat peningkatan kredit macet individu sebesar 14% pada tahun 2024 dibanding tahun sebelumnya. Sebagian besar kredit macet itu berasal dari pinjaman online yang digunakan untuk menutup kerugian berjudi secara digital.
Anak-anak dalam keluarga juga terdampak secara tidak langsung akibat meningkatnya konflik dan beban ekonomi karena judi online. Banyak anak harus putus sekolah karena biaya pendidikan tidak terpenuhi akibat penggunaan dana oleh orang tua untuk berjudi. Konflik keluarga yang meningkat juga memicu tekanan mental serius bagi anak-anak di lingkungan rumah yang tidak stabil.
Psikolog keluarga UGM, Dr. Intan Permata, menyebutkan anak dalam rumah tangga pecandu judi berisiko alami gangguan perilaku. Mereka juga cenderung mengalami depresi dan kecemasan sejak dini karena situasi keluarga yang penuh ketegangan dan kekerasan emosional. Kondisi rumah tangga yang tidak stabil dapat mengganggu perkembangan emosional anak dan menurunkan rasa percaya diri mereka secara signifikan. Dalam jangka panjang, anak-anak ini berisiko mengembangkan pola hubungan yang tidak sehat dan kesulitan mengelola emosi saat dewasa.
Upaya Pemerintah Dan Penegakan Hukum pemerintah melalui berbagai lembaga berupaya keras menekan penyebaran judi online. Kominfo bekerja sama dengan Bareskrim Polri secara rutin melakukan patroli siber dan memblokir situs-situs judi. Namun, pelaku penyedia jasa judi online terus berevolusi dalam menyembunyikan aktivitas mereka, seperti mengganti nama domain dan menggunakan server luar negeri.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) dan OJK telah menerapkan langkah-langkah untuk membatasi transaksi mencurigakan. Rekening yang terindikasi menjadi penampung dana hasil judi dapat dibekukan. Hingga Februari 2025, lebih dari 7.500 rekening terindikasi telah diblokir oleh pihak perbankan setelah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum. Langkah ini menjadi bagian penting dari upaya sistemik untuk menekan peredaran uang haram dari aktivitas judi online.
Meski begitu, pendekatan represif saja tidak cukup. Edukasi dan literasi digital perlu ditingkatkan untuk mencegah masyarakat terjebak pada praktik ilegal ini. Kampanye digital yang menekankan risiko ekonomi dan hukum dari judi online telah digencarkan oleh Kominfo dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), yang menemukan korelasi antara kecanduan judi dengan potensi kerawanan sosial. Keterlibatan influencer dan tokoh publik dalam menyuarakan bahaya judi juga menjadi strategi efektif untuk menjangkau generasi muda.
Selain itu, pemerintah daerah mulai menggandeng tokoh agama dan masyarakat untuk memberikan penyuluhan langsung ke lingkungan warga. Di beberapa wilayah seperti Surabaya, Bandung, dan Yogyakarta, program pelatihan kerja dan usaha mikro juga menjadi solusi alternatif agar masyarakat tidak tergoda mencari uang secara instan melalui perjudian.
Peran Keluarga Dan Masyarakat Dalam Pencegahan untuk mencegah meluasnya dampak judi online, peran keluarga sangat krusial. Keluarga merupakan benteng pertama yang dapat mengawasi perilaku dan aktivitas digital anggotanya, khususnya anak-anak dan remaja. Orang tua perlu lebih aktif berdialog dengan anak mengenai bahaya judi online serta membatasi akses terhadap konten berisiko melalui pengawasan penggunaan gawai.
Tak kalah penting adalah literasi finansial dalam keluarga. Mengajarkan anak mengelola uang, membedakan antara kebutuhan dan keinginan, serta memahami risiko dari “uang cepat” bisa menjadi fondasi penting agar mereka tidak tergoda judi di kemudian hari. Sekolah juga bisa berperan dengan memasukkan topik literasi digital dan ekonomi dalam kurikulum penguatan karakter.
Komunitas masyarakat juga memiliki tanggung jawab besar. Forum RT/RW dan komunitas pemuda dapat menjadi mitra strategis pemerintah dalam menyampaikan edukasi dan memantau perilaku berisiko. Program pemberdayaan seperti pelatihan keterampilan, usaha mandiri, dan kegiatan olahraga bisa menjadi alternatif positif yang menjauhkan generasi muda dari perjudian.
Psikolog dan aktivis sosial, Anita Lestari, menyarankan pentingnya akses terhadap layanan konseling dan rehabilitasi bagi pecandu judi. “Seperti halnya pecandu narkoba, pecandu judi juga butuh pendampingan psikologis. Saat ini jumlah layanan konseling sangat minim, padahal kebutuhan terus meningkat,” ujarnya.
Dalam jangka panjang, sinergi antar-lembaga, dunia pendidikan, media massa, dan masyarakat menjadi kunci dalam memberantas judi online. Kampanye edukasi digital dan literasi finansial juga perlu digencarkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat sejak usia muda.