Digitalisasi Pajak Untuk Transparansi Dan Kepatuhan Wajib Pajak
Digitalisasi Pajak Untuk Transparansi Dan Kepatuhan Wajib Pajak

Digitalisasi Pajak Untuk Transparansi Dan Kepatuhan Wajib Pajak

Digitalisasi Pajak Untuk Transparansi Dan Kepatuhan Wajib Pajak

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Digitalisasi Pajak Untuk Transparansi Dan Kepatuhan Wajib Pajak
Digitalisasi Pajak Untuk Transparansi Dan Kepatuhan Wajib Pajak

Digitalisasi Pajak menjadi strategi utama pemerintah dalam meningkatkan penerimaan negara, memperkuat transparansi dan kepatuhan wajib pajak. Di tengah upaya reformasi birokrasi dan perbaikan tata kelola, penggunaan teknologi informasi di sektor pajak tidak hanya menyederhanakan proses administrasi, tetapi juga membuka ruang partisipasi publik yang lebih luas. Transformasi digital ini diyakini mampu mempersempit celah penyimpangan serta menumbuhkan budaya taat pajak di masyarakat. Digitalisasi juga menjadi langkah konkret untuk mendukung target pendapatan negara yang berkelanjutan dan berkeadilan di masa depan.

Digitalisasi pajak di Indonesia terus mengalami percepatan sejak beberapa tahun terakhir, seiring dengan peluncuran berbagai platform daring oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Fasilitas seperti e-Filing, e-Bupot, e-Faktur, dan DJP Online telah menjadi bagian dari keseharian wajib pajak, baik individu maupun badan usaha.

Menurut data DJP, hingga akhir 2023 tercatat lebih dari 19 juta wajib pajak menggunakan e-Filing, atau sekitar 92% dari total wajib pajak yang melaporkan SPT. Angka ini menunjukkan tingkat adopsi teknologi yang tinggi di kalangan masyarakat. Sistem ini memungkinkan pelaporan dilakukan secara mandiri tanpa perlu datang ke kantor pajak, sehingga menghemat waktu dan biaya.

Transformasi besar lainnya adalah pengembangan Core Tax Administration System (CTAS), yang mulai diimplementasikan secara bertahap sejak 2023. CTAS mengintegrasikan seluruh layanan perpajakan, termasuk basis data wajib pajak, informasi keuangan, dan aktivitas pelaporan. Dengan sistem ini, petugas pajak dapat memantau aktivitas pajak secara real-time dan melakukan analisis risiko berbasis data. Kehadiran CTAS ini diprediksi akan mempercepat respons DJP terhadap pelanggaran pajak dan meningkatkan efisiensi penegakan hukum pajak.

Digitalisasi Pajak menjadi kunci sistem pajak modern, transparan, dan inklusif, sebagaimana direkomendasikan oleh OECD dalam berbagai laporan global. Negara-negara dengan sistem pajak digital yang matang terbukti memiliki rasio pajak terhadap PDB lebih tinggi dibanding yang masih bergantung pada sistem manual.

Digitalisasi Pajak: Transparansi Meningkat, Praktik Penyimpangan Menurun

Digitalisasi Pajak: Transparansi Meningkat, Praktik Penyimpangan Menurun salah satu manfaat terbesar dari digitalisasi adalah peningkatan transparansi dan akuntabilitas. Proses pelaporan dan pembayaran yang terdokumentasi secara digital mengurangi ruang interaksi langsung antara wajib pajak dan petugas, sehingga meminimalkan potensi pungutan liar dan manipulasi data.

Laporan dari Transparency International Indonesia (2023) menyebutkan bahwa sektor pajak menjadi salah satu bidang dengan risiko korupsi tertinggi sebelum penerapan sistem digital. Namun, setelah adopsi teknologi secara luas, potensi korupsi dalam layanan perpajakan menurun hingga 30%. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya transaksi tunai dan meningkatnya jejak digital dalam setiap proses.

Penerapan e-Audit dan penggunaan data keuangan dari pihak ketiga juga membantu DJP melakukan pemeriksaan dengan lebih objektif dan adil. Sistem audit elektronik mengandalkan data yang terekam dalam sistem untuk menganalisis kelayakan pelaporan pajak, tanpa bergantung pada interpretasi subjektif auditor di lapangan. Keakuratan data juga membuat proses audit menjadi lebih cepat dan efisien. Berdasarkan data DJP, implementasi e-Audit mampu memangkas durasi pemeriksaan hingga 30% dibandingkan metode manual. Selain itu, tingkat kepatuhan sukarela meningkat sebesar 12% di sektor yang telah menerapkan sistem audit berbasis digital.

Selain itu, integrasi dengan sistem informasi perbankan, OJK, dan instansi pemerintah lainnya membuat DJP memiliki sumber data yang lebih luas. Hal ini mempersempit peluang wajib pajak untuk menyembunyikan penghasilan atau melakukan penghindaran pajak secara ilegal. Integrasi data lintas sektor juga meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan.

Kepatuhan Pajak Meningkat Berkat Akses Yang Lebih Mudah

Kepatuhan Pajak Meningkat Berkat Akses Yang Lebih Mudah dengan sistem digital yang sederhana dan mudah diakses, banyak wajib pajak merasa lebih nyaman untuk melapor dan membayar pajaknya. DJP mencatat bahwa tingkat kepatuhan formal—yaitu pelaporan SPT oleh wajib pajak—meningkat dari 72% pada tahun 2021 menjadi 84% pada 2023.

Pertumbuhan kepatuhan ini terutama terlihat pada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang kini semakin terlibat dalam sistem perpajakan. Melalui kerja sama dengan platform digital dan fintech, DJP berhasil menjangkau segmen pelaku usaha yang sebelumnya sulit terdata dan enggan melaporkan penghasilannya. Pendekatan ini menjadi bagian dari strategi memperluas basis pajak secara berkelanjutan.

Langkah strategis lain yang memperluas basis pajak adalah penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Penggunaan NIK mempermudah proses administrasi pajak dan memperkuat sistem perpajakan yang lebih terintegrasi serta transparan. Kebijakan ini memungkinkan integrasi data secara nasional dan mendorong transparansi lintas sektor. Dengan lebih dari 87 juta NIK terintegrasi dalam sistem DJP per awal 2024, kemampuan pengawasan terhadap aktivitas ekonomi dan kepatuhan pajak masyarakat pun semakin meningkat.

DJP juga gencar melakukan sosialisasi dan edukasi pajak melalui media sosial, webinar, dan pendampingan digital. Upaya ini penting untuk meningkatkan literasi pajak masyarakat dan memastikan bahwa transformasi digital dapat dimanfaatkan oleh seluruh kalangan, termasuk yang memiliki keterbatasan teknologi. Masyarakat juga didorong untuk aktif melaporkan ketidakpatuhan melalui saluran pelaporan digital yang disediakan.

Tantangan Infrastruktur Dan Keamanan Data Masih Menjadi PR

Tantangan Infrastruktur Dan Keamanan Data Masih Menjadi PR meski dampaknya signifikan, digitalisasi pajak tidak lepas dari tantangan yang harus dihadapi. Salah satu isu utama adalah kesenjangan akses infrastruktur digital, terutama di daerah-daerah tertinggal yang belum terjangkau internet stabil. Hal ini menyulitkan wajib pajak di wilayah tersebut untuk memanfaatkan layanan daring dengan optimal.

Selain itu, masih terdapat kendala literasi digital, terutama di kalangan pelaku UMKM dan masyarakat lansia, yang merasa kesulitan mengakses sistem perpajakan daring. Oleh karena itu, DJP perlu terus memperkuat program pelatihan dan pendampingan teknis agar digitalisasi ini benar-benar inklusif dan tidak menciptakan kesenjangan baru.

Masalah lain yang sangat krusial adalah keamanan data dan perlindungan privasi. Dengan sistem yang terhubung secara digital dan terintegrasi lintas instansi, risiko kebocoran data wajib pajak menjadi perhatian serius. Pada 2022, sempat terjadi upaya peretasan terhadap server DJP, meskipun berhasil digagalkan.

Sebagai respons, pemerintah memperkuat kebijakan keamanan data melalui Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dan peningkatan sistem enkripsi serta pengawasan internal. Namun, masih dibutuhkan audit independen dan transparansi dalam pengelolaan data agar kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan tetap terjaga. DJP juga diminta untuk secara berkala menginformasikan kebijakan perlindungan data kepada masyarakat luas.

DJP menargetkan sistem pajak digital dan otomatis penuh pada 2027, mencakup pendaftaran, pelaporan, pembayaran, dan pengawasan pajak. Target dicapai melalui pembangunan infrastruktur digital, integrasi data lintas sektor, serta penerapan teknologi berbasis AI dan big data terkini. Dengan sistem digital dan otomatis, DJP dapat meningkatkan efisiensi, mengurangi kesalahan manusia, dan mempercepat proses administrasi pajak.

Digitalisasi perpajakan telah meningkatkan transparansi dan kepatuhan wajib pajak di Indonesia. Meski masih menghadapi tantangan, sistem berbasis data ini berhasil menekan penyimpangan dan memperluas penerimaan negara. Kolaborasi lintas sektor menjadi kunci menuju sistem pajak yang modern dan adil melalui Digitalisasi Pajak.

 

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait